Jumat, 20 Juni 2014

Masa Perkembangan



Masa Dewasa Muda
Kaum dewasa muda berlangsung sekitar usia 19 tahun sampi usia 30 tahun. Masa ini lebih banyak didominasi oleh pencapaian keintiman di awal tahapan dan pengembangan generativitas di akhir tahapan dibandingkan dengan hal-hal yang lainnya. Kaum dewasa muda harus mengembangkan sebuah genitalitas yang matang, mengalami konflik antara keintiman dan isolasi, dan mencapai kekuatan dasar yang disebut dengan cinta.

Genitalitas
Kebanyakan aktivitas seksual selama masa remaja adalah ekspresi dari pencarian seseorang akan identitas dan pada dasarnya melayani diri sendiri. Genitalitas yang benar dapat berkembang hanya pada masa dewasa muda ketika dia dibedakan oleh kepercayaan mutualistik dan berbagi kepuasan seksual yang stabil dengan seseorang yang dicintai. Ini adalah pencapaian psikoseksual masa dewasa muda dan eksis hanya dalam sebuah hubungan yang intim.

Keintiman versus Isolasi
Masa dewasa muda ditandai oleh krisis psikososial keintiman versus isolasi. Keintiman adalah kemampuan untuk mencampurkan identitas seseorang dengan identitas orang lain tanpa takut kehilangan identitas dirinya sendiri. Keintiman hanya bisa didapat setelah manusia membentuk sebuah ego yang stabil, sehingga godaan-godaan seksual yang sering ditemukan pada remaja muda bukanlah keintiman yang sebenarnya. Manusia yang tidak begitu pasti dengan identitas mereka bisa menunjukkan sikap malu-malu dari keintiman psikososial atau mencari keintiman dengan pebuh keputusasaan melalui hubungan-hubungan seksual yang tidak bermakna.
Sebaliknya, keintiman yang matang berarti kemampuan dan kesediaan untuk berbagi rasa percaya yang timbal-balik. Dia melibatkan pengorbanan, kompromi, dan komitmen dalam sebuah hubungan antara dua pihak yang setara.
Lawan psikososial bagi keintiman adalah isolasi. Menurut Erikson di dalam (Jest Feist 2008:226) isolasi didefinisikan sebagai “ketidakmampuan mengambil kesempatan-kesempatan yang ditawarkan identitas seseorang dalam berbagi keintiman yang benar”. Beberapa ornag mungkin menjadi berhasil secara finansial atau sosial namun, pada kenyataannya mereka tetap mempertahankan perasaan terisolasi karena tidak sanggup menerima tanggung jawab orang-orang dewasa bagi kerja produktif, prokreativitas, dan cinta yang matang.
Sekali lagi, beberapa derajat isolasi sangat esensial sebelum seseorang dapat mencapai cinta yang matang. Terlalu banyak kebersamaan dapat menghancurkan perasaan identitas ego seseorang yang kemudian mengarahkan dia kepada sebuah regresi psikososial dan ketidakmampuan menghadapi  tahap perkembangan selanjutnya. Namun bahaya lebih besar jelas adalah perpaduan dari isolasi yang terlalu banyak, keintiman yang terlalu sedikit, dan cacat dalam kekuatan dasar cinta.

Cinta: Kekuatan Dasar Masa Dewasa Muda
Cinta, kekuatan dasar masa dewasa muda, muncul dari krisis keintiman versus isolasi. Erikson dalam (Jest Feist 2008:226), mendefinisikan cita sebagai devosi yang dewasa, yang dapat mengatasi perbedaan-perbedaan dasar laki-laki dan perempuan. Meskipun cinta mencakup keintiman, dia juga mengandung sejumlah isolasi, karena setiap pasangan diizinkan untuk mempertahankan identitas yang berbeda dan terpisah. Cinta yang dewasa berarti komitmen, hasrat seksual, kerja sama, kompetisi, sekaligus persahabatan. Ini adalah kekuatan dasar masa dewasa muda, memampukan seseorang mengatasi secara produktif dua tahap perkembangan terakhir.
Antipati cinta adalah eksklusivitas, patologi inti dewasa muda. Namun, beberapa eksklusivitas dibutuhkan bagi keintiman, maksudnya seseorang terkadang harus sanggup mengabaikan orang lain, aktivitas dan ide-ide tertentu agar dapat mengembangkan perasaan identitas yang kuat. Eksklusivitas menjadi patologis ketika dia menghalangi kemampuan sesorang untuk kerjasama, kompetisi atau kompromi dan semua hal yang disyaratkan oleh keintiman dan cinta.

Masa Dewasa
Tahap perkembangan selanjutnya adalah masa dewasa, ketika manusia mulai mengambil tempat di masyarakat dan mengasumsikan sebuah tanggung jawab bagi apapun yang dihasilkan masyarakat. Bagi kebanyakan orang, masa perkembangan ini berkisar antara usia 31 tahun sampai 60 tahun. Masa dewasa dicirikan oleh mode psikoseksual, berbentuk prokreativitas, krisis psikososial generativitas versus stagnasi, dan kekuatan dasar perhatian.

Prokreativitas
Teori psikoseksual Erikson mengasumsikan sebuah dorongan instingtual yang menuju pada pelestarian species. Dorongan ini adalah lawan bagi insting hewan dewasa menuju prokreasi dan perluasan dari genitalitas yang menandai masa dewasa muda. Namun, prokreativitas mengacu lebih dari sekadar hubungan genital dengan sebuah pasangan yang intim. Prokreativitas juga mencakup tanggung jawab untuk merawat keturunan yang dihasilkan dari hubungan seksual itu. Idealnya, prokreasi harus muncul dari keintiman dan cinta dewasa yang dibangun selama tahap sebelumnya.
Masa dewasa menuntut lebih dari sekadar memprokreasikan keturunan tetapi, juga mencakup kemampuan memberikan perhatian kepada anak-anaknya dan anak-anak orang lain. Selain itu dia menuntut penyebaran produktif kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Generativitas versus Stagnasi
Kualitas sintonik masa dewasa adalah generativitas, didefinisikan oleh Erikson (Jest Feist 2008:227) sebagai “pembangkitan makhluk-makhluk baru, produk-produk baru, dan ide-ide baru”. Generativitas yang berbicara tentang pembangunan dan penuntunan generasi masa depan, mencakup prokreasi anak-anak, produksi kerja, dan penciptaan berbagai hal dan ide baru yang memberikan kontribusi bagi pembangunan sebuah dunia yang lebih baik.
Manusia memiliki kebutuhan yang bukan hanya belajar, tetapi juga memberikan instruksi. Kebutuhan ini akan melepasakan manusia dari masa kekanak-kanakannya menuju kepedulian altruistik terhadap anak muda. Generativitas ini menyatukan identitas-identitas ego yang mengarah pada perluasan kepentingan secara gradual. Selama masa dewasa, keintiman satu lawan satu tidak lagi cukup. Orang lain khususnya anak-anak, sekarang turut menjadi bagian dari kepeduliannya. Memberikan instruksi kepada orang lain sesuai dengan budaya merupakan sebuah praktik yang bisa ditemukan di semua masyarakat. Untuk orang dewasa yang matang, motivasi ini bukan hanya sekadar kewajiban atau kebutuhan egoistis, namun menjadi dorongan evolusioner untuk memberikan kontribusi bagi generasi-generasi mendatang dan untuk menjamin kontinuitas masyarakat manusia.
Antitesis generativitas adalah penyerapan segala sesuatu pada diri sendiri dan stagnasi. Siklus generasional produktivitas dan kreativitas menjadi terlalu terserap ke dalam dirinya sendiri, menjadi terlalu menyenangkan diri sendiri. Sikap seperti hanya akan menumbuhkan perasaan stagnasi yang terus menggelayut. Namun, beberapa elemen stagnasi dan penyerapan segala sesuatu kepada diri sendiri ini tetap dibutuhkan. Manusia-manusia yang kreatif harus, pada waktu-waktu tertentu, tetap tinggal dalam kondisi yang lembam dan terserap dengan diri mereka sendiri agar nantinya dapat membangkitkan sebuah pertumbuhan baru. Interaksi generativitas dan stagnasi menghasilkan perhatian sebagai kekuatan dasar masa dewasa.

Perhatian: Kekuatan Dasar Masa Dewasa
Erikson dalam (Jest Feist 2008:227) mendefinisikan perhatian sebagai “sebuah komitmen yang terus melebar untuk merawat pribadi, produk, dan ide-ide lain, tetapi sebelumnya dia harus belajar terlebih dahulu memerhatikan”. Sebagai kekuatan dasar masa dewasa, perhatian muncul dari setiap kekuatan ego dasar sebelumnya. Dia harus memiliki harapan, kehendak, tujuan, kompetensi, kesetian, dan cinta agar dapat merawat apapun yang diperhatikannya. Perhatian bukan sebuah tugas atau kewajiban, melainkan hasyrat alamiah yang muncul dari konflik antara generativitas dan stagnasi atau penyerapan segala sesuatu pada diri sendiri.
Antipati dari perhatian adalah sikap penolakan, patologi inti masa dewasa.  Penolakan adalah ketidaksediaan untu merawat pribadi atau kelompok tertentu. Penolakan termanifestasikan sebagai pemusatan pada diri sendiri., pemilah-milahan, atau pura-pura perhatian: yaitu keyakinan bahwa kelompok manusia lain lebih rendah daripada dirinya. Penolakan bertanggung jawab bagi sebagian besar kebencian, destruksi, stereotipe dan perang diantara manusia.

Usia Senja
Tahap terakhir adalah usia senja. Usia senja berkisar dari usia 60 tahun sampai akhir hayat manusia. Usia senja bukan berarti manusia tidak lagi generatif. Prokreasi dalam pengertian sempit membuahi keturunan mungkin sudah tidak lagi memang namun, para manula masih dapat produktif dan kreatif dengan cara-cara lain. Usia senja bisa menjadi waktu bagi keriangan, permainan, dan keajaiban, namun kondisi ini juga menjadi waktu bagi kemuraman, depresi, dan keputusasaan. Mode psikoseksual usia senja adalah sensualitas general, krisis psikososialnya adalah integritas versus keputusasaan, dan kekuatan dasarnya adalah kebijaksanaan.

Sensualitas General
Tahap psikoseksual terakhir manusia adalah sensualitas general. Sensualitas general bisa mencakup sebuah pengapresiasian yang lebih besar terhadap gaya hidup tradisional lawan jenisnya. Laki-laki menjadi lebih bisa memberi makan layaknya ibu menyusui dan lebih mudah menerima kesenangan dari hubungan-hubungan nonseksual, seperti bermain dengan cucu dan cicitnya. Perempuan menjadi lebih bisa tertarikdan terlibat dalam politik, neraca keuangan, dan peristiwa-peristiwa global. Namun, perilaku sensual general ini bergantung penuh kepada kemampuan seseorang untuk memegang segala sesuatu yang sudah diperoleh sebelumnya bersama-sama, khususnya mempertahankan integritas dirinya ketika menghadapi rasa putus asa.

Integritas versus Rasa Putus Asa
Identitas terakhir sebuah pribadi adalah integritas versus rasa putus asa. Di penghujung kehidupan, kualitas distonik dalam bentuk rasa putus asa dapat saja menguasai seseorang, namun jika dia memiliki identitas ego yang kuat yang telah diajari keintiman, dan yang telah memerhatikan orang lain, dan segala sesuatunya, maka kualitas sistonik dalam bentuk integritaslah yang akan mendominasi. Integritas berarti perasaan kemenyeluruhan dan koherensi, sebuah kemampuan untuk memegang secara bersama-sama perasaan “ke-aku-an” meskipun kekuatan fisik dan intelektualnya mulai menurun bahkan mungkin hampir menghilang.
Integritas ego kadang-kadang sulit dipertahankan ketika manusia melihat bahwa mereka sudah kehilangan aspek-aspek yang akrab dari eksistensi mereka. Di bawah tekanan seperti ini, manusia sering kali mengalami rasa putus asa yang kuat, yang bisa diekspresikan sebagai kemuakan, depresi, ketidaksukaan pada orang lain atau sikap lain yang menyinkapkan perasaan tidak bisa menerima keterbatasan-keterbatasan hidup yang sangat gamblang di depan mata.
Rasa putus asa secara harfiah berarti tanpa harapan. Kualitas distonik terakhir dalam siklus hidup adalah sisi yang paling bertentangan dari harapan, kekuatan dasar pertama seseorang. .

Kebijaksanaan: Kekuatan Dasar Usia Senja
Perjuangan tidak terelakkan antara integritas dan rasa putus asa menghadirkan kebijaksanaan sebagai kekuatan dasar usia senja. Erikson (Jest Feist 2008:229) mendefinisikan kebijaksanaan sebagai “kepedulian terhadap hidup yang sudah dikuasai namun yang mencabik-cabik dirinya sendiri ketika harus menghadapi kematian”. Dengan kebijaksanaan yang matang, mereka akan mempertahankan integritas meskipun kemampuan mental dan fisiknya sudah merosot.
Antitesis kebijaksanaan adalah perasaan tidak dihargai, diabaikan, atau diremehkan. Erikson dalam (Jest Feist 2008:229) mendefisikannya sebagai “sebuah reaksi untuk merasakan (dan melihat orang lain) dalam peningkatan kondisi yang akan berakhir, membingungkan, dan tak berdaya”. Rasa ini adalah kelanjutan dari rasa penolakan yang merupakan patologi inti masa dewasa.
Ketika Erikson semakin bertanbah uzur, dia sendiri menjadi tidak begitu optimis dengan usia senja, sehingga dia dan istrinya mulai mengkontruksi sebuah tahap kesembilan yaitu sebuah periode yang sangat senja ketika kemrosotan fisik dan mental sudah terampas dari diri manusia kemampuan-kemampuan generatif mereka sehingga mereduksi manusia sedemikian rupa sampai hanya tinggal menunggu kematian.

0 komentar:

Posting Komentar