Masa Dewasa Muda
Kaum
dewasa muda berlangsung sekitar usia 19 tahun sampi usia 30 tahun. Masa ini
lebih banyak didominasi oleh pencapaian keintiman
di awal tahapan dan pengembangan generativitas
di akhir tahapan dibandingkan dengan hal-hal yang lainnya. Kaum dewasa muda
harus mengembangkan sebuah genitalitas yang
matang, mengalami konflik antara keintiman
dan isolasi, dan mencapai kekuatan
dasar yang disebut dengan cinta.
Genitalitas
Kebanyakan
aktivitas seksual selama masa remaja adalah ekspresi dari pencarian seseorang
akan identitas dan pada dasarnya melayani diri sendiri. Genitalitas yang benar
dapat berkembang hanya pada masa dewasa muda ketika dia dibedakan oleh
kepercayaan mutualistik dan berbagi kepuasan seksual yang stabil dengan
seseorang yang dicintai. Ini adalah pencapaian psikoseksual masa dewasa muda
dan eksis hanya dalam sebuah hubungan yang intim.
Keintiman versus
Isolasi
Masa
dewasa muda ditandai oleh krisis psikososial keintiman versus isolasi. Keintiman
adalah kemampuan untuk mencampurkan identitas seseorang dengan identitas orang
lain tanpa takut kehilangan identitas dirinya sendiri. Keintiman hanya bisa
didapat setelah manusia membentuk sebuah ego yang stabil, sehingga godaan-godaan
seksual yang sering ditemukan pada remaja muda bukanlah keintiman yang
sebenarnya. Manusia yang tidak begitu pasti dengan identitas mereka bisa
menunjukkan sikap malu-malu dari keintiman psikososial atau mencari keintiman
dengan pebuh keputusasaan melalui hubungan-hubungan seksual yang tidak
bermakna.
Sebaliknya,
keintiman yang matang berarti kemampuan dan kesediaan untuk berbagi rasa
percaya yang timbal-balik. Dia melibatkan pengorbanan, kompromi, dan komitmen
dalam sebuah hubungan antara dua pihak yang setara.
Lawan
psikososial bagi keintiman adalah isolasi.
Menurut Erikson di dalam (Jest Feist 2008:226) isolasi didefinisikan sebagai “ketidakmampuan mengambil
kesempatan-kesempatan yang ditawarkan identitas seseorang dalam berbagi
keintiman yang benar”. Beberapa ornag mungkin menjadi berhasil secara finansial
atau sosial namun, pada kenyataannya mereka tetap mempertahankan perasaan
terisolasi karena tidak sanggup menerima tanggung jawab orang-orang dewasa bagi
kerja produktif, prokreativitas, dan cinta yang matang.
Sekali
lagi, beberapa derajat isolasi sangat esensial sebelum seseorang dapat mencapai
cinta yang matang. Terlalu banyak kebersamaan dapat menghancurkan perasaan
identitas ego seseorang yang kemudian mengarahkan dia kepada sebuah regresi psikososial
dan ketidakmampuan menghadapi tahap
perkembangan selanjutnya. Namun bahaya lebih besar jelas adalah perpaduan dari
isolasi yang terlalu banyak, keintiman yang terlalu sedikit, dan cacat dalam
kekuatan dasar cinta.
Cinta: Kekuatan
Dasar Masa Dewasa Muda
Cinta,
kekuatan dasar masa dewasa muda, muncul dari krisis keintiman versus isolasi. Erikson dalam (Jest
Feist 2008:226), mendefinisikan cita sebagai devosi yang dewasa, yang dapat
mengatasi perbedaan-perbedaan dasar laki-laki dan perempuan. Meskipun cinta mencakup
keintiman, dia juga mengandung sejumlah isolasi, karena setiap pasangan
diizinkan untuk mempertahankan identitas yang berbeda dan terpisah. Cinta yang
dewasa berarti komitmen, hasrat seksual, kerja sama, kompetisi, sekaligus
persahabatan. Ini adalah kekuatan dasar masa dewasa muda, memampukan seseorang
mengatasi secara produktif dua tahap perkembangan terakhir.
Antipati cinta adalah eksklusivitas, patologi inti dewasa
muda. Namun, beberapa eksklusivitas dibutuhkan bagi keintiman, maksudnya
seseorang terkadang harus sanggup mengabaikan orang lain, aktivitas dan ide-ide
tertentu agar dapat mengembangkan perasaan identitas yang kuat. Eksklusivitas
menjadi patologis ketika dia menghalangi kemampuan sesorang untuk kerjasama,
kompetisi atau kompromi dan semua hal yang disyaratkan oleh keintiman dan
cinta.
Masa Dewasa
Tahap
perkembangan selanjutnya adalah masa
dewasa, ketika manusia mulai mengambil tempat di masyarakat dan
mengasumsikan sebuah tanggung jawab bagi apapun yang dihasilkan masyarakat.
Bagi kebanyakan orang, masa perkembangan ini berkisar antara usia 31 tahun
sampai 60 tahun. Masa dewasa dicirikan oleh mode psikoseksual, berbentuk prokreativitas, krisis psikososial generativitas versus stagnasi, dan kekuatan dasar perhatian.
Prokreativitas
Teori
psikoseksual Erikson mengasumsikan sebuah dorongan instingtual yang menuju pada
pelestarian species. Dorongan ini adalah lawan bagi insting hewan dewasa menuju
prokreasi dan perluasan dari genitalitas yang menandai masa dewasa muda. Namun,
prokreativitas mengacu lebih dari
sekadar hubungan genital dengan sebuah pasangan yang intim. Prokreativitas juga
mencakup tanggung jawab untuk merawat keturunan yang dihasilkan dari hubungan
seksual itu. Idealnya, prokreasi harus muncul dari keintiman dan cinta dewasa
yang dibangun selama tahap sebelumnya.
Masa
dewasa menuntut lebih dari sekadar memprokreasikan keturunan tetapi, juga
mencakup kemampuan memberikan perhatian kepada anak-anaknya dan anak-anak orang
lain. Selain itu dia menuntut penyebaran produktif kebudayaan dari satu
generasi ke generasi berikutnya.
Generativitas
versus Stagnasi
Kualitas
sintonik masa dewasa adalah generativitas,
didefinisikan oleh Erikson (Jest Feist 2008:227) sebagai “pembangkitan
makhluk-makhluk baru, produk-produk baru, dan ide-ide baru”. Generativitas yang
berbicara tentang pembangunan dan penuntunan generasi masa depan, mencakup
prokreasi anak-anak, produksi kerja, dan penciptaan berbagai hal dan ide baru
yang memberikan kontribusi bagi pembangunan sebuah dunia yang lebih baik.
Manusia
memiliki kebutuhan yang bukan hanya belajar, tetapi juga memberikan instruksi.
Kebutuhan ini akan melepasakan manusia dari masa kekanak-kanakannya menuju
kepedulian altruistik terhadap anak muda. Generativitas ini menyatukan
identitas-identitas ego yang mengarah pada perluasan kepentingan secara
gradual. Selama masa dewasa, keintiman satu lawan satu tidak lagi cukup. Orang
lain khususnya anak-anak, sekarang turut menjadi bagian dari kepeduliannya.
Memberikan instruksi kepada orang lain sesuai dengan budaya merupakan sebuah
praktik yang bisa ditemukan di semua masyarakat. Untuk orang dewasa yang
matang, motivasi ini bukan hanya sekadar kewajiban atau kebutuhan egoistis,
namun menjadi dorongan evolusioner untuk memberikan kontribusi bagi
generasi-generasi mendatang dan untuk menjamin kontinuitas masyarakat manusia.
Antitesis
generativitas adalah penyerapan segala
sesuatu pada diri sendiri dan stagnasi.
Siklus generasional produktivitas dan kreativitas menjadi terlalu terserap ke
dalam dirinya sendiri, menjadi terlalu menyenangkan diri sendiri. Sikap seperti
hanya akan menumbuhkan perasaan stagnasi yang terus menggelayut. Namun,
beberapa elemen stagnasi dan penyerapan segala sesuatu kepada diri sendiri ini
tetap dibutuhkan. Manusia-manusia yang kreatif harus, pada waktu-waktu
tertentu, tetap tinggal dalam kondisi yang lembam dan terserap dengan diri
mereka sendiri agar nantinya dapat membangkitkan sebuah pertumbuhan baru.
Interaksi generativitas dan stagnasi menghasilkan perhatian sebagai kekuatan dasar masa dewasa.
Perhatian:
Kekuatan Dasar Masa Dewasa
Erikson
dalam (Jest Feist 2008:227) mendefinisikan perhatian
sebagai “sebuah komitmen yang terus melebar untuk merawat pribadi, produk, dan
ide-ide lain, tetapi sebelumnya dia harus belajar terlebih dahulu
memerhatikan”. Sebagai kekuatan dasar masa dewasa, perhatian muncul dari setiap
kekuatan ego dasar sebelumnya. Dia harus memiliki harapan, kehendak, tujuan,
kompetensi, kesetian, dan cinta agar dapat merawat apapun yang diperhatikannya.
Perhatian bukan sebuah tugas atau kewajiban, melainkan hasyrat alamiah yang
muncul dari konflik antara generativitas dan stagnasi atau penyerapan segala
sesuatu pada diri sendiri.
Antipati
dari perhatian adalah sikap penolakan,
patologi inti masa dewasa. Penolakan
adalah ketidaksediaan untu merawat pribadi atau kelompok tertentu. Penolakan
termanifestasikan sebagai pemusatan pada diri sendiri., pemilah-milahan, atau
pura-pura perhatian: yaitu keyakinan bahwa kelompok manusia lain lebih rendah
daripada dirinya. Penolakan bertanggung jawab bagi sebagian besar kebencian,
destruksi, stereotipe dan perang diantara manusia.
Usia Senja
Tahap
terakhir adalah usia senja. Usia
senja berkisar dari usia 60 tahun sampai akhir hayat manusia. Usia senja bukan
berarti manusia tidak lagi generatif. Prokreasi dalam pengertian sempit
membuahi keturunan mungkin sudah tidak lagi memang namun, para manula masih
dapat produktif dan kreatif dengan cara-cara lain. Usia senja bisa menjadi
waktu bagi keriangan, permainan, dan keajaiban, namun kondisi ini juga menjadi
waktu bagi kemuraman, depresi, dan keputusasaan. Mode psikoseksual usia senja
adalah sensualitas general, krisis psikososialnya adalah integritas versus keputusasaan, dan kekuatan
dasarnya adalah kebijaksanaan.
Sensualitas
General
Tahap
psikoseksual terakhir manusia adalah sensualitas
general. Sensualitas general bisa mencakup sebuah pengapresiasian yang
lebih besar terhadap gaya hidup tradisional lawan jenisnya. Laki-laki menjadi
lebih bisa memberi makan layaknya ibu menyusui dan lebih mudah menerima
kesenangan dari hubungan-hubungan nonseksual, seperti bermain dengan cucu dan
cicitnya. Perempuan menjadi lebih bisa tertarikdan terlibat dalam politik,
neraca keuangan, dan peristiwa-peristiwa global. Namun, perilaku sensual
general ini bergantung penuh kepada kemampuan seseorang untuk memegang segala
sesuatu yang sudah diperoleh sebelumnya bersama-sama, khususnya mempertahankan
integritas dirinya ketika menghadapi rasa putus asa.
Integritas
versus Rasa Putus Asa
Identitas terakhir sebuah pribadi adalah
integritas versus rasa putus asa. Di
penghujung kehidupan, kualitas distonik dalam bentuk rasa putus asa dapat saja
menguasai seseorang, namun jika dia memiliki identitas ego yang kuat yang telah
diajari keintiman, dan yang telah memerhatikan orang lain, dan segala
sesuatunya, maka kualitas sistonik dalam bentuk integritaslah yang akan
mendominasi. Integritas berarti
perasaan kemenyeluruhan dan koherensi, sebuah kemampuan untuk memegang secara
bersama-sama perasaan “ke-aku-an” meskipun kekuatan fisik dan intelektualnya
mulai menurun bahkan mungkin hampir menghilang.
Integritas ego kadang-kadang sulit
dipertahankan ketika manusia melihat bahwa mereka sudah kehilangan aspek-aspek
yang akrab dari eksistensi mereka. Di bawah tekanan seperti ini, manusia sering
kali mengalami rasa putus asa yang kuat, yang bisa diekspresikan sebagai
kemuakan, depresi, ketidaksukaan pada orang lain atau sikap lain yang
menyinkapkan perasaan tidak bisa menerima keterbatasan-keterbatasan hidup yang
sangat gamblang di depan mata.
Rasa putus asa secara harfiah berarti
tanpa harapan. Kualitas distonik terakhir dalam siklus hidup adalah sisi yang
paling bertentangan dari harapan, kekuatan dasar pertama seseorang. .
Kebijaksanaan:
Kekuatan Dasar Usia Senja
Perjuangan
tidak terelakkan antara integritas dan rasa putus asa menghadirkan kebijaksanaan sebagai kekuatan dasar
usia senja. Erikson (Jest Feist 2008:229) mendefinisikan kebijaksanaan sebagai
“kepedulian terhadap hidup yang sudah dikuasai namun yang mencabik-cabik
dirinya sendiri ketika harus menghadapi kematian”. Dengan kebijaksanaan yang
matang, mereka akan mempertahankan integritas meskipun kemampuan mental dan
fisiknya sudah merosot.
Antitesis
kebijaksanaan adalah perasaan tidak dihargai, diabaikan, atau diremehkan.
Erikson dalam (Jest Feist 2008:229) mendefisikannya sebagai “sebuah reaksi
untuk merasakan (dan melihat orang lain) dalam peningkatan kondisi yang akan
berakhir, membingungkan, dan tak berdaya”. Rasa ini adalah kelanjutan dari rasa
penolakan yang merupakan patologi inti masa dewasa.
Ketika
Erikson semakin bertanbah uzur, dia sendiri menjadi tidak begitu optimis dengan
usia senja, sehingga dia dan istrinya mulai mengkontruksi sebuah tahap
kesembilan yaitu sebuah periode yang sangat senja ketika kemrosotan fisik dan
mental sudah terampas dari diri manusia kemampuan-kemampuan generatif mereka
sehingga mereduksi manusia sedemikian rupa sampai hanya tinggal menunggu
kematian.
0 komentar:
Posting Komentar